Aku berpegang erat pada tonggak yang menopang bangunan itu
Walau aku tak tahu seberapa kuat tonggak itu.. aku akan memegangnya erat-erat
Perlahan satu dua kerikil berbungkus debu mulai berjatuhan dari atas, menghujani tubuhku
Orang-orang tahu, aku tidak akan meninggalkan bangunan itu
Karena cuma itu satu-satunya tempat aku berteduh dan merasa memiliki rumah
Mereka diam tapi melihat dengan penuh rasa iba
Mereka tahu, jika tidak segera pergi.. aku pun akan tertimbun di antara reruntuhannya yang cepat atau lambat seakan tidak bisa dicegah untuk rubuh
"Pergilah.. biarkan aku sendiri"
"Mengapa kau terpaku di tempat seperti itu? Keluarlah.. Cepat.. Jika kau masih punya otak untuk menyelamatkan dirimu"
"Tidak.. Aku ingin disini.. Jika pun harus mati.. Biarlah aku mati disini.. "
Mereka kemudian mencibir dan pergi..
Aku menatap ke atas
Mengapa kau harus rubuh?
Pondasinya tak berhenti bergoncang
Walau terkadang lambat tapi tidak diam
Tiang yang aku peluk pun tak henti bergetar..
Waktu.. Jawablah
Apa memang harus kau ratakan semua ini sedatar bumi?
Waktu tunjukkan.. apa yang harus aku lakukan agar tetap tegar diantara calon puing ini?
Aku sudah pernah bilang dulu pada pembuat bangunan ini
Kalau dasarnya terlalu rapuh
Tapi aku juga yang berani menempatinya
Sekarang aku sendiri
Yang akan tertidur jatuh antara puing-puing ini nanti
Angin..
Jika kuat bawalah aku
Aku tidak ingin berjalan menapak
Tapi nanti setelah bangunan ini jadi puing (kalau jadi)
Tiupkan aku ke ujung dunia sana
Entah akan engkau hempaskan kemana
Biarlah..
Tunggulah sang waktu mencabut sejarahnya
Sebuah bangunan.. akankah tinggal puing?
No comments:
Post a Comment